Seputarindonesia.my.id--Proyek irigasi di bawah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang kembali menuai sorotan tajam publik. Proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) sebagai bagian dari 39 paket pekerjaan irigasi, kini diduga sarat kejanggalan administrasi dan pelaksanaan di lapangan.
Salah satu proyek yang menjadi perhatian serius adalah pekerjaan peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi utama yang berlokasi di Desa Bonto Salama, Kecamatan Sinjai Barat, dengan nilai anggaran mencapai Rp93 miliar. Proyek tersebut tercatat dengan nomor kontrak HK.02.01-BBWS 11.8.3/309/XII/2025 yang secara administratif mengacu pada Desember 2025. Namun ironisnya, pada papan proyek di lapangan justru tercantum tanggal kontrak 07 November 2025, atau sebulan lebih awal.
Ketidaksesuaian data tersebut memunculkan dugaan kuat adanya lemahnya sistem administrasi proyek, bahkan disinyalir sebagai pintu masuk terjadinya pelanggaran serius. Tidak hanya itu, durasi pekerjaan yang disebut hanya 55 hari kalender dinilai sangat tidak wajar, mengingat ruang lingkup pekerjaan mencakup peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi utama yang semestinya membutuhkan waktu lebih panjang demi menjamin mutu dan kualitas konstruksi.
Kondisi ini menimbulkan kekecewaan publik dan menguatkan dugaan bahwa BBWS Pompengan Jeneberang gagal menjalankan fungsi pengawasan secara optimal, serta adanya indikasi bahwa PT Waskita Karya (Persero) mengerjakan proyek secara tergesa-gesa dan asal-asalan, tanpa mempertimbangkan kualitas dan keberlanjutan hasil pekerjaan.
Aditya, selaku Jenderal Lapangan Aliansi Pemuda Mahasiswa Sulawesi Selatan, menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dipandang sebagai kesalahan administratif semata. Ia menyebut kasus tersebut sebagai pelanggaran fatal yang berpotensi masuk ranah tindak pidana, sehingga seluruh pihak yang terlibat wajib dipanggil dan diperiksa.
“Ini bukan kesalahan sepele. Dugaan pelanggaran ini harus ditelusuri secara serius karena menyangkut uang rakyat dan kualitas infrastruktur publik,” tegas Aditya.
Sebagai bentuk sikap tegas, massa aksi menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya:
1.Mendesak BPKP dan BPK untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek irigasi tersebut, karena anggaran yang dikeluarkan diduga tidak sebanding dengan spesifikasi dan kinerja pekerjaan.
2.Mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk segera memanggil dan memeriksa PT Waskita Karya (Persero) serta Kepala BBWS Pompengan Jeneberang Sulsel, atas dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di balik proyek irigasi Rp93 miliar tersebut.
3.Menuntut penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu.
Aliansi Pemuda Mahasiswa Sulsel menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga hukum ditegakkan secara lurus, serta memastikan proyek strategis yang menggunakan anggaran negara tidak menjadi ladang bancakan segelintir pihak. Mereka juga memastikan akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat sebagai bentuk tekanan dan pengawalan kasus.

